Hak asasi manusia adalah sebagai anugerah
Tuhan Yang Maha Esa, yang melekat pada diri manusia,bersifat kodrati, universal
dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia. Padagilirannya,
hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagaianugerah
Tuhan Yang Maha Esa, di mana hak-hak asasi ini menjadi dasar daripada
hak-hakdan kewajiban-kewajiban yang lain.
Umumnya,
kita, masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam (sebagai akibat dari
pola pendidikan ala Barat yang dikembangkan semenjak jaman penjajahanBelanda
dan diteruskan di era republik pasca proklamasi kemerdekaan hingga kini)
Padahal,
kalau kita mau bicara jujur serta mengaca pada sejarah, sesungguhnyasemenjak
Nabi Muhammad S.A.W. memperoleh kenabiannya (abad ke-7 Masehi, atau sekiralima
ratus tahun/lima abad sebelum Magna Charta lahir), sudah dikenalkan HAM serta dilaksanakan
dan ditegakkannya HAM dalam Islam. Atas dasar ini, tidaklah berlebihankiranya
bila sesungguhnya konsepsi HAM dalam Islam telah lebih dahulu lahir tinimbang konsepsi
HAM versi Barat. Bahkan secara formulatif, konsepsi HAM dalam Islam
relatiflebih lengkap daripada konsepsi HAM universal.
Hak-hak
dasar yang terdapat dalam HAM menurut Islam ialah :
(1)
Hak Hidup;
(2)Hak-hak
Milik;
(3)
Hak Perlindungan Kehormatan;
(4)
Hak Keamanan dan KesucianKehidupan Pribadi;
(5)
Hak Keamanan Kemerdekaan Pribadi;
(6)
Hak Perlindungan dariHukuman Penjara yang Sewenang-wenang;
(7)
Hak untuk Memprotes Kelaliman (Tirani);
(8)Hak
Kebebasan Ekspresi;
(9)
Hak Kebebasan Hati Nurani dan Keyakinan;
(10)
Hak Kebebasan Berserikat;
(11)
Hak Kebebasan Berpindah;
(12)
Hak Persamaan Hak dalamHukum;
(13)
Hak Mendapatkan Keadilan;
(14)
Hak Mendapatkan Kebutuhan Dasar HidupManusia; dan
(15) Hak Mendapatkan Pendidikan.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan
seseoarang atau kelompokorang termasuk aparat negara baik disengaja maupun
tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi atau mencabut Hak AsasiManusia seseorang atau kelompok
orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan
tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999tentang HAM).
Salah
satu contoh pelanggaran HAM berat
yang sekarang ini banyak di bicarakan olehkhalayak umum yaitu dugaan adanya
pembantaian di Mesuji Sumatera Selatan.
Dari tahun ketahun Mesuji selalu bersimbah darah meski dalam pembukaan UUD 1945
telah diamanatkan bahwa pemerintah negara Indonesia wajib melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dalam kenyataannya
pemerintah belum mampu melindungi tumpah darah Indonesia. Hal ini bisa kita
lihat sekurangnya dalam kasus yang menimpa warga Desa Sodong Kec. Mesuji
Propinsi Sumatera Selatan, Desa Sritanjung,Kagungan Dalam dan Nipah Kuning Kabupaten
Mesuji dan Desa Talang Batu Kab. MesujiPropinsi Lampung. Warga di ketiga lokasi
ini telah menjadi korban perampasan Hak
AtasTanah dan ketidakadilan perlakuan oleh korporasi dan aparat penegak
hukum. Bahkan tindakan tak beradab dan keji menimpa warga desa.
Kasus
yang mencuat saat ini di Mesuji terdapat tiga kasus, walau sesungguhnya masih ada
kasus yang tinggal menunggu bom waktu. Ketiga kasus tersebut,
pertama
adalah kasus pengelolaan lahan milik adat di areal kawasan Hutan Tanaman
Industri Register 45 WayBuaya tepatnya di Talang Pelita Jaya Desa Gunung Batu
telah mencuat pada februari 2006dan puncaknya berujung kematian Made Asta pada
6 Nopember 2010.
Kedua,
kasus sengketa tanah lahan sawit seluas 1533 ha antara warga Desa Sei Sodong
dengan PT. Sumber WangiAlam yang berakhir dengan tragedi pembantaian terhadap
dua orang petani tak bersenjataditengah kebun sawit pada 21 April 2011. Dan
ketiga kasus tanah lahan sawit seluas 17 ribuha antara warga Desa Sritanjung,
Kagungan Dalam dan Nipah kuning dengan PT. BaratSelatan Makmur Investindo yang
puncaknya berujung kematian Zaini pada 10 Nopember2011.
Tindakan
biadab dan keji ini tidak pernah oleh negara disebut sebagai pelanggaran HAM
Berat. Malah ditengah situasi duka, aparat masih menjalankan upaya
kriminalisasi kepada warga yang menjadi korban walau masyarakat sejak awal
telah mengadu kepadaPolisi dan pemerintah setempat. Demikian pula terhadap
Komnas HAM, warga Desa Sritanjung melapor kepada Komnas HAM sejak Baharudin
Lopa masih menjabat hingga menjelang satu hari sebelum terjadi penembakan oleh
Brimob. Kasus di Desa Sodong telah pula di koordinasikan sejak Mei 2011 kepada
Komnas HAM.
Dari
ketiga kasus ini kami melihat bahwa pemicu konflik terkait perkebunan sawit adalah
karena pihak perkebunan sawit telah merampas dan menguasai tanah warga
dalamwaktu yang lama mulai 10 – 17 tahun. Dan warga tidak satu rupiah-pun
mendapatkan manfaat dari hasil kebun sawit itu.
Tindakan
sewenang-wenang perusahaan ini selalu berlindung atas UU perkebunanNomor 18
tahun 2004. Dimana UU ini telah memberikan legalitas yang sangat kuat kepada perusahaan-perusahaan
perkebunan untuk mengambil tanah-tanah yang dikuasai rakyat.Pasal-pasal dalam
UU ini dengan jelas memberikan ruang yang besar kepada perusahaan perkebunan
baik swasta maupun pemerintah untuk terus melakukan tindakan kekerasan
dankriminalisasi terhadap petani2.
Sedangkan
pemicu konflik diareal HTI Reg 45 Way Buaya adalah karena pemerintahtelah
memperluas luas kawasan hutan dimana sebagian lahan merupakan tanah
adat/ulayat.Tuntutan warga Desa Gunung Batu atas lahan seluas 7 ribu ha, hanya
dikabulkan 2300 hauntuk kemudian di enclave dari kawasan HTI. Dan ketika warga
adat memberikan lahanuntuk dikelola kepada warga lokal pihak perusahaan dan
aparat telah menstigma pengelolasebagai perambah hutan.
Menjadi
pertanyaan besar karena keterlibatan aparat polisi dalam semua kasus
justerubukan untuk meredam konflik melainkan melindungi perusahaan. Jangan
heran jikaorganisasi masyarakat sipil mengkatagorikannya sebagai Centeng
Perusahaan. Mengapademikian karena polisi bukan menjadi pangayom atau
sekurangnya hadir disaat ketenganganterjadi, akan tetapi polisi memang telah
bermarkas di areal kebun sawit seperti di dapati diPT. BMSI. Kondisi inilah
yang telah memperumit situasi. Dan polisi pun dengan mudahmemuntahkan peluru
kearah masyarakat tanpa mengikuti SOP.
Bukan
hanya polisi, pihak Badan Pertanahan juga memiliki andil sangat besar
dalamkasus-kasus perkebunan sawit. Seharunya departemen ini ketika akan
menerbitkan HGUwajib berpegang kukuh pada prinsip clean dan clear. Tentu harus
pula melakukanpengawasan kelokasi terhadap areal HGU. Dan memberikan respon
cepat ketika terdapatpengaduan warga, bukan terus sibuk menerbitkan HGU dan
mengabaikan sengketa agraria.
Demikian
pula Dinas Kehutanan. Seharusnya cepat mencabut izin perusahaan yangdengan
terang dan jelas telah menelantarkan lahan dan menyalahgunakan peruntukan
lahan.Seperti dilakukan oleh Silva Inhutani. Lahan yang seharusnya ditanami
kayu, malah ditanamisingkong dan nenas. Semestinya pula lahan-lahan yang
diterlantarkan tersebut bisadiserahkan kepada warga untuk dikelola dengan
mekanisme hutan desa atau mekanismelainya sehingga fungsi hutan tetap terjaga dan
masyarakat mendapat manfaat.
Berdasarkan
advokasi WALHI, WANACALA dan LBH Bandar Lampung pada tahun2006 terhadap kasus
Register 45, Penerimaan laporan dan investigasi kasus di Desa Sodongoleh WALHI,
YLBHI, Sawit Watch dan KpSHK pada Juli – Nopember 2011 dan investigasikasus
Desa Sritanjung an Kagungan Dalamm Kabupaten Mesuji pada 11 Nopember2011kami
berkesimpulan bahwa wilayah Mesuji merupakan Ladang Pelanggaran Ham
Beratterhadap petani dimana kasus juga terjadi secara beruntun dari tahun
ketahun dan telah pulamemakan korban jiwa yang cukup besar.
Pemerintah
menginginkan penanganan kasus di Mesuji baik di Sumatera Selatan maupun Lampung
berlangsung secara menyeluruh dengan membentuk tim yang akan menyampaikan rekomendasi
agar tidak terjadi peristiwa serupa,kata Menko Polhukam.
Menko
Polhukam Djoko Suyanto dalam keterangan pers di Kantor Presiden Jakarta,Jumat
sore mengatakan tim yang dibentuk pemerintah diketuai oleh Wakil Menteri Hukum dan
Ham Denny Indrayana diisi oleh perwakilan dari sejumlah pemangku kepentingan,
tokohmasyarakat dan juga perwakilan perguruan tinggi.
"Ketua
tim Denny Indrayana, melibatkan unsur terkait seperti Komnas HAM, karena Komnas
HAM memiliki gambaran yang tepat baik di Mesuji Sumsel dan Mesuji
Lampung.Berikutnya adalah kepolisian, miliki data bagaimana penanganan di
Mesuji Sumsel, danMesuji Lampung, dari Kantor Menko Polhukam juga, dan
melibatkan masyarakat dan PemdaLampung dan Sumsel. Pak Denny juga diberi
keleluasaan bila menginginkan ada dariperguruan tinggi," katanya.
Djoko
mengatakan penanganan kasus baik di Mesuji Lampung maupun Mesuji Sumselakan
dibagi dalam dua langkah.
Langkah yang pertama,
dilakukan penelaahan dan pemisahan antara peristiwa yangterjadi di Mesuji
Lampung dan Mesuji Sumatera Selatan termasuk masing-masing bagaimana kejadiannya
, latar belakang permasalahan dan korban serta pelakunya.
Langkah yang kedua adalah
proses hukum atas masing-masing kasus sesuai dengankondisi yang ada. Semoga
kasus –kasus yang merenggut HAM dapat terselasaikan, sehingga
masyarakatIndonesia dapat hidup dengan tentaram, saling mencintai satu sama
lain.